PEMERATAAN PENDIDIKAN DIWILAYAH INDONESIA YANG DIRENCANAKAN PEMERINTAH TIDAK SESUAI KEADAAN DIMASYARAKAT
Sabtu, 08 Oktober 2011
Pendidikan
adalah bagian penting dalam kehidupan, dengan pendidikan kita dapat mengetahui
membaca, berhitung, mendapatkan ilmu alam&sosial, mengetahui sejarah
bangsa, serta berbagai macam pengetahuan yang ada didalamnya. Dalam pendidikan
formal mengenal adanya tahap demi tahap berdasarkan ukuran intelektual manusia,
mulai dari TK (Taman Kanak – kanak), SD (Sekolah Dasar), SMP (Sekolah Menengah
Pertama), SMA/SMK (Sekolah Menengah Atas/Kejuruan) sampai dengan bangku
Universitas. Lalu ada juga pendidikan secara informal, seperti kursus keahlian.
Dengan pendidikan, parameter maju atau terbelakangnya suatu bangsa dapat
diketahui. Dapat dilihat dari kemajuan ilmu teknologi, serta berbagai macam
ilmu disiplin lain yang dikuasai oleh warga negaranya. Contohnya adalah Amerika
Serikat, Jepang, dan China. Negara – negara tersebut berhasil menjadi sebuah
negara maju dengan menguasai sektor teknologi. Padahal hasil alam negara –
negara tersebut tidak terlalu melimpah, tetapi mereka mampu menggunakan
kekuatan “pendidikan” untuk dapat menguasai dunia.
Bagaimana dengan Indonesia? Negara
dengan berjuta – juta penduduk dari Sabang sampai Merauke dengan memiliki
berbagai macam suku bangsa didalamnya mempunyai kualitas pendidikan yang
sebenarnya cukup baik. Baik dengan program yang sudah dirancang pemerintah
dengan begitu spesifiknya, seperti menaikkan nilai minimum UN (Ujian Nasional)
yang dilaksanakan mulai dari tingkat SD sampai SMA/SMK serta membuat kebijakan
wajib belajar 9 tahun. Tetapi apa yang terjadi dikeadaan yang sebenarnya,
keadaan secara langsung dimasyarakatnya. Sungguh ironi jika kita melihat apa
yang terjadi, ada suatu ketimpangan didalamnya. Adanya kesenjangan yang sangat
ketara, antara suatu daerah dengan daerah lain lalu adanya sekolah yang terlihat dikhususkan untuk
masing – masing golongan masyarakat.
Pertama, mari melihat kesenjangan
yang ada disuatu daerah. Tidak perlu untuk melihat jauh sampai ujung sabang
ataupun merauke, didaerah metropolitan saja terlihat hal itu sudah ada.
Misalnya saja, provinsi Jawa Barat yang
mempunyai berbagai macam industri didalamnya yang menyerap pajak sangat besar
mempunyai kualitas pendidikan yang terpusat didaerah besar. Jika melihat ke
daerah pelosok di provinsi tersebut kita pasti masih akan melihat bangunan
sekolah yang tidak terawat, bangunan yang hampir roboh, ataupun belajar ala
sekadarnya. Sungguh berbeda jika kita melihat sekolah yang berada didaerah
pusat ataupun yang ada tidak jauh dari pusat, pasti akan sangat masih terawat.
Setidaknya bangunan didaerah pusat masih layak untuk digunakan untuk sarana
mengajar. Biasanya sekolah tersebut adalah sekolah milik pemerintah, berbeda
sekolah milik swasta. Hal inilah yang membuat orang tua yang berkecukupan
ataupun lebih biasanya menyekolahkan anaknya pada sekolah swasta. Kualitas
bangunan serta pengajarannya lebih maju, serta menunjukkan status sosial mereka.
Pemerintah menjawab menjamurnya
sekolah swasta dengan membuat sekolah bertaraf Internasional dengan program
bernama RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional). Biaya yang dibutuhkan
untuk masuk sekolah tersebut biasanya berada di tarif atas karena berkali –
kali lipat dari harga sebelumnya. Program tersebut mulai diperuntukkan pada
jenjang SMP dan SMA, sehingga hanya SD saja yang masih dikatakan mempunyai
biaya murah bahkan gratis dikarenakan dibiayai oleh pemerintah. Oleh sebab itu,
seharusnya pemerintah harus mengatur lagi sistem yang diberikan. Dengan sistem
yang ada sudah termasuk bagus, tetapi kalau mengakibatkan suatu kesenjangan
sama saja itu bohong. Pemerataan yang tidak ada membuat sistem yang ada malah
membuat masalah baru. Lihat saja masih banyak anak jalanan yang berkeliaran
karena tidak mampu sekolah ataupun sekolah – sekolah di daerah pelosok yang
sudah tidak layak.
Kedua, kesenjangan materi ilmu
pendidikan yang diberikan. Ada anggapan kalau mengeluarkan biaya yang besar
maka pendidikan yang diberikan akan berkualitas atas, kalau bersekolah di biaya
rendah maka materi pendidikan yang diberikan rendah. Ini sangat kelihatan
sekali pada sistem Ujian Nasional (UN), ada sekolah yang hampir satu angkatan
tidak lulus dikarenakan materi ujian negara sangat sulit dikerjakan sehingga
dapat dikatakan ketinggalan materi dibanding yang diberikan saat UN. Ini
menjadi suatu catatan sendiri untuk pemerintah dalam menjalankan rencananya,
karena dengan adanya fakta ini berarti pendidikan tidak dapat merata bagi semua
penerus bangsa ini. Adanya anak tiri dalam pendidikan dirasakan dalam sistem
pendidikan dibangsa ini, bagaimana para penerus bangsa di daerah pelosok atau
yang tidak dapat dijangkau tidak mendapat apa yang sama anak kota metropolitan
dapatkan.
Padahal mencerdaskan kehidupan
bangsa sudah diatur dengan jelas dalam undang – undang negara ini. Bagaimana
itu merupakan hak bagi semua anak bangsa, sebuah kewajiban bagi pemerintah
untuk bisa meratakan dari Sabang sampai Merauke program pendidikan yang
dirancang. Jika kualitas pendidikan bangsa ini merata, maka berapa banyak orang
pintar yang dimiliki bangsa ini. Lalu bangsa ini bisa menjadi bangsa yang maju,
bisa sama dengan bangsa Jepang, Amerika Serikat, serta negara maju lainnya.
0 komentar:
Posting Komentar